Kecenderungan penggayaan/style yang berubah-ubah dalam seni lukis Sumatera Barat dalam beberapa tahun terakhir terutama bagi kalangan pelukis muda adalah sebuah dinamika dalam berkesenian – terutama seni rupa – untuk mencari idiom-idiom baru kerja lukis-melukis. Lantas apa yang sedang mereka cari? Jati dirikah, eksistensi atau konsekwensi pelukis ditengah derasnya persoalan global berkesenian. Inilah yang ingin kita cari tahu.
klik read more untuk selengkapnya
Kecenderungan penggayaan/style yang berubah-ubah dalam seni lukis Sumatera Barat dalam beberapa tahun terakhir terutama bagi kalangan pelukis muda adalah sebuah dinamika dalam berkesenian – terutama seni rupa – untuk mencari idiom-idiom baru kerja lukis-melukis. Lantas apa yang sedang mereka cari? Jati dirikah, eksistensi atau konsekwensi pelukis ditengah derasnya persoalan global berkesenian. Inilah yang ingin kita cari tahu.
Dalam pameran lukis Pekan Budaya Sumatera Barat 2008 yang baru saja usai digelar mayoritas lukisan anak-anak muda berkiblat pada kecenderungan penggayaan/style realis minimalis sebagai trend. Dicari rujukannya realisme berarti melukiskan sesuatu yang bersifat nyata dari keadaan yang seperti apa adanya, atau lebih bersifat kerakyatan, dimana rakyat biasa pada waktu-waktu terdahulu tidak pernah menjadi objek lukisan seniman. Obyek itu kini dibuat sesederhana mungkin bahkan minimalis seperti mayoritas karya yang dipajang.
Hal yang menarik pula dari berbagai literatur menyebutkan realisme sebenarnya merupakan reaksi dari adanya kecenderungan penggayaan/style romantisme yang dalam menggambarkan sesuatu digambarkan secara berlebih-lebihan kemudian menggambarkan peristiwa dan kegiatannya dikemas lebih sederhana mungkin baik obyek, warna, bidang, ruang dan aspek-aspek lain diluar persoalan teknis seperti masalah kejiwaan yang menjadi esensi penting dalam seni lukis tak terkecuali seni lukis moderen dan kontemporer sekalipun.
Dikaitkan dengan apa yang kita saksikan, kita amati bahkan kita hayati secara hakiki pada mayoritas lukisan pelukis muda di arena Pekan Budaya Sumatera Barat 2008 kemarin, persoalan yang ingin dikemukakan dalam kerja lukis-melukis tentulah tidak sebatas kecenderungan penggayaan/style yang digeluti dalam kanvas dengan komposisi warna, ruang dan bidang serta obyek yang ada dibuat secara apik dan enak dipandang mata. Diluar persoalan estetika, masalah tema maupun konsep karya yang menjadi sangat penting ternyata ikut terabaikan.
Dinamika kecenderungan penggayaan/style seperti ini yang kini merambah dunia seni lukis Sumatera Barat, saya pun menjadi teringat apa yang pernah terjadi di Jakarta hampir 14 tahun silam setelah booming seni lukis melanda tanah air soal penggayaan/style kerja lukis melukis yang orientasinya kebih berkiblat pada kebutuhan pasar/konsumen dan galeri untuk menjadikan lukis sebagai komoditi bernilai tinggi.
Dalam harian pagi Kompas, 21 Oktober 1994 menyebutkan adanya kecenderungan yang terjadi selama ini, jika merujuk pada “Dekoratif Utara, Surealisme Selatan” maka penggayaan/style pelukis tergantung pada tingkat kebutuhan konsumen, hal ini dimaksudkan penggayaan dekoratif condong dipakai oleh pelukis di daerah utara dikarenakan tingkat kebutuhan konsumen akan gaya/style tersebut cukup tinggi, sementara di daerah selatan penggayaan surealisme banyak dianut oleh pelukis dikarenakan juga karena masyarakat yang mencintai seni lukis sangat selektif dan lebih condong pada aliran surealis ini. Namun hal ini bukan berarti merendahkan salah satu penggayaan/style yang dianut oleh pelukis, tetapi ditentukan karena tingkat kebutuhan masyarakat akan seni lukis itu sendiri.
Bahkan yang mencengangkan dari penjualan lukisan tersebut adalah “adanya konsumen yang membeli lukisan dikarenakan gengsi ibu-ibu rumah tangga yang kurang kerjaan ramai-ramai bergiat keseni lukis”. Padahal tidak semua konsumen memahami apa dan bagaimana penggayaan/style yang dianut pelukis atau lukisan yang mereka koleksi.
Pertanyaan sekarang apakah penggayaan/style realis minimalis yang mewarnai mayoritas karya pelukis muda pada pameran Pekan Budaya Sumatera Barat 2008 itu sengaja membidik konsumen atau galeri yang kini mulai bermunculan atau sebagai bentuk bungkusan betapa sulitnya menentukan tema maupun konsep yang menjadi persoalan hakiki dalam seni lukis seperti rata-rata kita saksikan pada karya pelukis muda yang tumbuh bak cendawan di Sumatera Barat?
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar